Minggu, 26 Februari 2012

Mengapa anda harus memilih saya...?


Sebagai calon pemilih saya rasa anda harus menanyakan hal diatas karena jika tidak maka anda tidak akan mengerti apa yang menjadi visi-misi calon legislatif yang akan anda pilih.
Salah satu visi-misi saya mencalonkan diri sebagai calon anggota Legislatif pada pemilihan anggota Legislatif tahun 2014 di kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat adalah pemberdayaan UMKM. Mengapa....? Karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan UMKM.
Salah satu bukti bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemberdayaan UMKM dapat terlihat jelas pada peran Indonesia saat ini dimana negara kita masih dijadikan sebagai eksportir utama berbagai komoditas unggulan seperti sebut saja misalnya komditas Minyak CPO (minyak kelapa sawit), batubara, karet, gas alam dan komoditas unggulan lainnya bahkan Indonesia sampai saat ini masih menjadi pasar ratusan juta orang yang hanya dijadikan sebagai tenaga kerja kontrak di Perusahaan-perusahaan asing.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia kebanyakan diantara kita saya yakin masih belum menyadari bahawa negara kita sebetulnya memiliki potensi yang luar biasa jika dikelola dan ditata dengan baik. Berpuluh tahun yang lalu, Presiden Soekarno pernah berpidato membayangkan bangsa kita menjadi bangsa yang besar, tidak sekadar bangsa kuli atau bangsa tempe bahkan pada Zaman Presiden Soeharto, beliau berhasil membawa Indonesia ke keajaiban ekonomi pembangunan yang meletakkan dasar pembentukan ASEAN, sebuah kerangka kerjasama yang menjadi kekuatan ekonomi dunia masa depan.
Potensi Indonesia yang besar tersebut juga diakui oleh beberapa lembaga yang menjadi rujukan persepsi dunia usaha tentang suatu negara seperti CLSA, Morgan-Stanley, dan Pricewaterhouse-Coopers. Indonesia diramalkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia bersama dengan China, India, Brazil, dan Rusia. Ini adalah sebuah momentum yang baik bagi kita untuk mendorong pemberdayaan UMKM namun jika kesempatan ini tidak kita pergunakan sebaik mungkin maka selamanya Indonesia akan terus terjebak pada debat kusir seperti yang kita saksikan di media seperti di televisi dan koran-koran.
Saya mencatat Indonesia pada saat ini setidaknya memiliki 2 modal transformasi besar yang tidak dimiliki oleh bangsa lain sebut saja misalnya modal demokratisasi dan desentralisasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Presiden AS, Barrack Obama pada saat berada di Indonesia. Saya berharap dengan terpilihnya saya sebagai anggota legislatif pada tahun 2014 nanti, saya bisa menjawab pertanyaan banyak orang selama ini tentang bagaimana memberdayakan UMKM dikabupaten Ketapang Umumnya dan di kecamatan manis Maya khususnya agar dapat dijadikan unggulan dalam pembangunan perekonomian masyarkat yang tangguh.
Menurut hemat saya yang menjadi permasalahan mendasar bagi sebagian besar UMKM dalam pemberdayakan UMKM khususnya adalah bagaimana kita menemukan alternatif akses terhadap pembiayaan mikro. Akses terhadap pembiayaan mikro ini penting karena hal ini bisa melakukan banyak hal ketika pembiayaan ini sudah berada di depan mata. Melalui pembiayaan mikro ini, maka UMKM tersebut akan bergerak maju yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jika kita perhatikan apa yang dilakukan oleh oknum Pejabat pemerintah selama ini terhadap pemberdayaan UMKM masih kontraproduktif terhadap pengembangan UMKM di lapangan karena kita masih menemukan okunum pejabat pemerintah yang bersikap ganda ketika sebagaian besar masyarakat kita justru berharap banyak akan adanya memberdayakan UMKM yang tangguh dan tidak berbelit-belit pengurusannya. Di sisi yang lain pemerintah mendorong pertumbuh UMKM tetapi di sisi yang lain justru menjadi monster bagi rakyatnya khususnya ketika oknum pejabat pemerintah memainkan kewenangannya untuk “memeras” para pelaku UMKM.

Hasil Putusan MK Tentang Pengujian Pasal 158 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pada tanggal 28 Oktober 2004 Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengeluarkan putusan perkara Nomor: 012/PUU-1/2003 tentang permohonan pengujian UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam salah satu putusannya MK menyatakan bahwa pasal 158 dan pasal 159 Undang-Undang Ketenagakerjaan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam putusan ini, MK juga membatalkan bunyi anak kalimat yang terkait di dalam pasal 160 (1), pasal 170 dan pasal 171 UU Ketenagakerjaan.

Jika dilihat bunyi pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan, mengatur tentang pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat seperti, mencuri, penggelapan barang, mabuk, perbuatan asusila, membocorkan rahasia perusahaan dan sebagainya. Kesalahan berat itu harus didukung dengan bukti tertangkap tangan, ada pengakuan dan bukti lain dari pihak yang berwenang di perusahaan dengan didukung 2 orang saksi. Sedangkan pasal 159 mengatur apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud, dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian hubungan industrial.

Majelis Hakim MK mempertimbangkan bahwa pasal 158 telah memberi kewenangan pada pengusaha untuk melakukan PHK dengan alasan buruh/pekerja telah melakukan kesalahan berat tanpa due process of law melalui putusan pengadilan yang independen dan imparsial, melainkan cukup hanya dengan keputusan pengusaha yang didukung oleh bukti-bukti yang tidak perlu diuji keabsahannya menurut hukum acara yang berlaku. Pasal 158 ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dipandang sebagai perlakuan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD 1945.

Sedangkan terhadap ketentuan pasal 159, Majelis Hakim MK beranggapan bahwa ketentuan tersebut disamping melahirkan beban pembuktian yang tidak adil dan berat bagi buruh/pekerja untuk membuktikan ketidaksalahannya, sebagai pihak yang secara ekonomis lebih lemah yang seharusnya memperoleh perlindungan hukum yang lebih dibanding pengusaha, pasal 159 ini juga telah menimbulkan kerancuan berpikir dengan mencampuradukkan proses perkara pidana dengan perkara perdata secara tidak pada tempatnya.

Mencermati putusan itu muncul beberapa pertanyaan, apa implikasi yang ditimbulkan dari putusan MK tersebut? Bagaimana respon dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dan khususnya dunia usaha menyikapi putusan MK. Apa landasan hukum yang bisa digunakan pengusaha jika ternyata pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagaimana diatur sebelumnya dalam pasal 158 (1) UU Ketenagakerjaan. Apakah putusan MK itu merugikan kepentingan pengusaha dan menguntungkan posisi pekerja/buruh atau sebaliknya? Atau justru keduanya yang dirugikan karena disatu sisi pekerja/buruh akan melalui proses hukum pidana yang panjang dan terkadang melelahkan. Sedangkan bagi pengusaha harus menunggu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum memutuskan hubungan kerja karena alasan melakukan kesalahan berat.